Curhat Season: Prestasi, Prustasi, Prestasu

Tags


Baru saja kemarin dapat kejutan. Ada yang bilang kalau saya ini orang yang tidak punya kemajuan. Orang yang tidak punya prestasi. Dan ungkapan itu justru keluar dari orang yang sama sekali tidak mengenal saya. Atau mungkin dia merasa sangat mengenal saya. Karenanya dia bisa dengan mudahnya bilang saya ini orang yang tidak punya kemajuan. Bahkan menyuruh saya cari prestasi, menjadi sesuatu yang bisa membuat dia merasa terinspirasi. Dan oke, karena dia merasa orang berprestasi, maka sebut saja dia si Juara.
Saya memang bukan tipikal yang gila prestasi. Tapi mungkin tidak semua orang paham betul arti dari suatu kemajuan. Mengingatkan saya pada seseorang yang dulu ngomong juga sesuatu yang mirip seperti itu. Ada salah satu teman yang blak-blakan bilang bahwa saya tidak akan bisa maju kalau terus menerus tinggal di desa. Jujur itu sudah termasuk dalam kategori kalimat yang menantang sekaligus menyinggung saya.
Bagi saya kemajuan bukan sesuatu yang hanya bisa kita temukan di kota. Dan tidak adil rasanya apabila melihat kemajuan seseorang hanya berdasarkan hasil yang terlihat. Karena mata seringkali melewatkan banyak hal dari semua yang harus dilihatnya. Semua tentang proses dan langkah demi langkah yang kita lakukan setiap harinya dalam hidup kita. Kalau melihat kemajuan hanya berdasar pada hasilnya, itu hanyalah penialaian dari seseorang yang amatir dalam berjuang. Orang yang tidak tahu betapa yang namanya perjuangan itu bukan semata-mata untuk dilihat hasil akhirnya. Beberapa justru mengatakan bahwa perjuangan adalah prosesnya, bukan hasilnya. Karena tanpa proses yang menjadi bagian penting dan sakral suatu perjuangan, keberhasilan hanya akan jadi piala kosong tanpa kebanggan yang menjadikannya layak diperjuangkan. Itulah mengapa kita diharuskan belajar dan dilarang mencontek ketika ujian. Hasil memang tidak pernah akan membohongi usaha, tapi mata seringkali kalah oleh prasangka. Jangan hanya karena sekilas melihatnya, lantas kita merasa memahami segalanya. Seperti si Juara yang memandang sebelah mata dan merasa melihat keseluruhan hidup saya.
Sekarang kita bahas masalah prestasu alias prustasi alias prestasi. Bagi si Juara yang setahu saya memang orang yang berpendidikan tinggi, mahasiswa istilahnya, saya yang hanya lulusan dari SMK jelas tidak terlihat cukup meyakinkan sebagai orang berprestasu, alias berprustasi, alias berprestasi. Tapi menurut saya, prestasu alias prustasi alias prestasi, itu tidak selalu tentang nongol di TV, dapat penghargaan atau beasiswa pendidikan ke luar negeri. Bahkan saya bukan tipikal orang yang silau oleh hal semacam itu. Karena rendah hati, ramah, tidak sombong, dan bisa menghargai orang lain yang mungkin tidak terlihat hebat, itulah prestasi sejati. Prestasi yang dibangun bersama orang tua, keluarga serta semua orang di sekeliling kita. Jangan pikir itu hal yang mudah. Karena prestasi semacam itu disebut prestasi Batin. Butuh waktu yang lama dan perjuangan yang tidak sedikit untuk bisa mencapainya. Dimulai dari orang tua yang bekerja keras untuk memberi kita rejeki yang halal, keluarga yang selalu ada dan dengan sabar membimbing kita sedari kita kecil hingga tumbuh dewasa. Serta orang-orang di sekeliling kita yang mau menerima kita meski kita bukan sosok yang sempurna. Bagi saya, orang yang memilih berjuang di desa itu tak kalah hebatnya dari yang mengais keberhasilan di kota. Mereka sama-sama berjuang. Toh mereka  yang hijrah ke kota, bisa jadi kelak kan kembali ke desa. Desa tetap rumah mereka yang tak tergantikan nilainya.
Ambil hikmahnya. Prasangka seringkali menang dari logika. Jangan berprasangka tanpa memfiltrasinya dengan sistem logika. Dan logikanya, kita lebih dulu mengenal seseorang baru menilainya. Bukan enggan mengenal lantas seenaknya menilai buruknya. Saya jauh dari sempurna, bahkan seringkali membuat kecewa orang-orang di sekeliling saya. Tapi saya tetap berusaha, berusaha menjadi diri yang lebih baik selagi bisa. Dan percayalah, menjadi orang yang mengecewakan itu bisa lebih menyakitkan dari yang sakit dikecewakan. Mereka yang kecewa mungkin bebas menyalahkan, tapi yang merasa mengecewakan?



By: Hida

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon