Ada saja cerita di kantor kecil kami tercinta. Baru saja kemarin saya posting di akun inspirasi tentang ragam cerita menarik yang terjadi di kantor Demit, datang juga momennya. Namun sekali ini bukanlah momen lucu seperti sebelumnya. Sekali ini bahkan cukup menyayat hati saya sendiri. Dan apabila ada pesan yang bisa diambil dari cerita ini, adalah jangan meminum kopi di sore hari.
Kehilangan memang bukan hal yang baru
dalam hidup saya. Lebih dari sekali saya kehilangan cinta, bahkan lebih sering
lagi kehilangan rasa kepedulian orang lain terhadap saya. Namun setiap kali
momen itu terjadi, rasanya tetap saja pahit di hati. Mungkin ada diantara
seluruh manusia di planet ini, sedikit orang yang bisa cukup terbiasa dengan
yang namanya kehilangan. Tapi saya bukan satu diantaranya.
Seperti yang saya bilang tadi, ini bukan
cerita lucu dan menarik lainnya. Ini kisah pilu yang juga membuat pikiran
terasa ngilu. Coba tebak?
Handphone saya hilang. Dan itu terjadi
karena segelas kopi yang saya minum di sore hari.
Oke, mungkin kesannya kurang meyakinkan
mengapa segelas kopi bisa membuat handphone saya lenyap secara tiba-tiba. Entah
kemana larinya. Padahal saya merasa sama sekali tidak pernah menyakitinya.
Bahkan rajin saya usap-usap kalau ada debu atau kotoran yang terlihat menempel
di layar dan back casingnya. Tapi ini serius, saya benar-benar kehilangan
handphone saya karena segelas kopi yang saya minum sore hari.
Mengantuk sudah jadi resiko aktifitas
malam yang rutin hampir setiap hari saya dan teman-teman jalani di Kantor
Demit. Mata dan tubuh seringkali tidak cukup kuat untuk mengimbangi semangat
kerja yang menggila, katakanlah. Dan itulah yang terjadi saat kita bekerja
sesuai dengan passion kita. Menikmati sesuatu seringkali membuat kita lupa pada
hal-hal lainnya, seperti waktu dan batasan yang harusnya diperhatikan untuk
menjaga tubuh tetap prima. Dan jujur, tak jarang saya mengantuk lalu tertidur ketika
mata sudah tak lagi kuat untuk tetap bekerja. Dan handphone, leptop maupun
segala aset yang kami bawa tergeletak begitu saja di atas meja. Namun selama
lebih dari dua tahun bergelut di dunia perdemitan, istilahnya, baru sekali ini
saya harus mengenyam kepahitan karena begitu mata lelap untuk sesaat, handphone
telah lenyap ketika mata ini kembali terjaga dengan segala kepanikan yang
kulemparkan sekenanya.
“Cah, hape. Hape gak ada. Hilang cah.” Aku
berseru panik. Susi bergegas bangun dan tak kalah paniknya, segera memeriksa
barang-barang miliknya.
Aku bisa mendengar nafas leganya, namun
sesaat kemudian kembali ikut panik karena saya tak juga menemukan apa yang
hilang dari atas meja. Hape, mi4i kesayangan saya, yang saya beli dengan
segenap tabungan saya, lenyap begitu saja.
Seku sempat terduduk lemas, masih dengan
panik dan stress yang perlahan menumpuk di kepala, sampai kemudian Susi
menyarankan untuk mencari penanda lokasi dengan layanan google find my phone.
Brengsek!
Hape sudah dimatikan dan saya sama
sekali tidak bisa mengetahui lokasinya saat ini. Tapi kami belum menyerah. Saya
langsung masuk ke akun miCloud dan melakukan hal yang serupa, namun tetap
dengan hasil yang sama. Akhirnya kami melakukan opsi terakhir, yakni dengan
mengunci perangkat hape langsung dari miCloud. Berharap orangnya juga tak akan
bisa melakukan apapun dengan hape saya di tangannya.
Tak menunggu lama, saya langsung menuju
pos satpam untuk bertanya. Barangkali si saptam tahu siapa kiranya orang
terakhir yang keluar dari kantor. Karena dilihat dari waktu perkiraan
kehilangan yakni antara pukul setengah empat sampai pukul setengah lima, dan
hanya ada empat orang termasuk saya dan Susi teman saya. Yang berarti ada dua
orang yang masuk sebagai tersangka. Oh, rasanya bersyukur sekali saya termasuk
salah satu yang gemar banget baca manga dan nonton anime Detective Conan,
Sherlock Holmes dan cerita apapun yang berbau misteri.
“Waduh, gak paham loh mas. Barusan saya
pas lagi ke belakang.” Ujar satpam item mungil yang kalau gak salah, namanya
Rifki. Pernah saya baca papan nama di seragamnya.
Huff
Masih beruntung bukan si Mugikere yang
jaga. Bisa ditebak dari koneksi yang lancar sampai pagi tanpa kendala. Tapi
mungkin lebih baik kalau malam itu si Mugi yang jaga barangkali. Karena Aku
tidak akan cukup lama berada di kantor hingga harus kehilangan hape pada
akhirnya. Tapi berpikir jauh ke belakang, itu merupakan satu dari sedikit waktu
saya tertidur di jam segitu. Biasanya saya tidur di kantor sekitar pukul
sebelas sampai jam satu lalu terjaga sampai paginya. Tapi karena segelas kopi
yang saya minum sore harinya, mata ini jadi tetap terjaga sampai akhirnya lelah
di jam yang seperti biasanya. Ironisnya, baru malam sebelumnya saya dan Susi
sama-sama ketiduran dan segalanya nampak gelap begitu kami kompak bangun
setelahnya. Lampu dimatikan oleh entah siapa padahal langit masih tetap
bersandar pada pekatnya malam. Dan saat itu saya berkata, “Kalau mau tidur
bilang saja cah, biar nanti kita gantian tidurnya.”
Dan... BAMM! Malam berikutnya kita justru
kecolongan. Mungkin bagi kebanyakan orang minum kopi jam berapapun itu tidak
masalah. Kata beberapa teman sih, kopi sama sekali tidak berpengaruh terhadap
jam tidur mereka. Kapanpun mereka minum kopi, mereka akan tetap tertidur kalau
sudah saatnya mereka mengantuk seperti mereka tak mereguk kafein sama sekali. Tapi
sayangnya hal yang sama tidak berlaku buat saya. Karena terakhir kali saya
minum kopi malam hari, saya harus tetap terjaga sepanjang malamnya. Dan saya
harus tetap bangun dan terjaga untuk mengantar bapak ke tempat kerjanya
keesokan harinya.
Hoam...
By: Hida
EmoticonEmoticon